Perbedaan LP2B, LSD, dan LBS dalam Perlindungan Lahan Pangan di Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sumber daya lahan yang subur dan beragam. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, tekanan terhadap lahan pertanian semakin meningkat akibat alih fungsi untuk industri, perumahan, dan infrastruktur. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan pangan nasional.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah mengembangkan berbagai kebijakan dan instrumen hukum guna melindungi lahan pertanian produktif, terutama sawah. Tiga di antaranya yang paling sering dibahas adalah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), dan Lahan Baku Sawah (LBS).
Meskipun ketiganya berkaitan dengan perlindungan lahan pangan, masing-masing memiliki fungsi, dasar hukum, dan status yang berbeda.

LBS: Lahan Baku Sawah — Data Awal Sawah Eksisting

Lahan Baku Sawah atau LBS merupakan data dasar tentang seluruh sawah yang secara faktual masih digunakan untuk kegiatan pertanian.
LBS diperoleh melalui pemetaan citra satelit dan survei lapangan oleh Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Pertanian. Data ini menjadi fondasi awal untuk menentukan lahan mana yang perlu dilindungi dalam kebijakan ruang dan pangan.

Namun, LBS belum memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya, sawah yang termasuk dalam LBS masih dapat berubah fungsi apabila belum ditetapkan sebagai LP2B atau LSD. Meskipun demikian, keberadaan LBS sangat penting sebagai gambaran aktual kondisi sawah nasional yang harus dijaga.

LSD: Lahan Sawah yang Dilindungi — Perlindungan Spasial di Tingkat Nasional

Berbeda dengan LBS yang bersifat data faktual, Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) sudah masuk dalam kebijakan tata ruang nasional.
LSD ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN melalui Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021 dan diperkuat oleh Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Penyediaan Lahan Sawah yang Dilindungi.

LSD berfungsi sebagai instrumen pengendali alih fungsi sawah secara nasional. Sawah yang sudah masuk dalam LSD tidak dapat dialihfungsikan tanpa persetujuan Presiden. Dengan demikian, LSD menjadi benteng pertama perlindungan sawah eksisting dalam kerangka perencanaan ruang Indonesia.

LP2B: Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan — Perlindungan Hukum di Tingkat Daerah

Sementara itu, LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) adalah tahapan lanjutan dari perlindungan sawah, yang ditetapkan secara hukum oleh pemerintah daerah melalui RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).

LP2B diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP Nomor 1 Tahun 2011 sebagai aturan pelaksanaannya.
Lahan yang sudah ditetapkan sebagai LP2B tidak boleh dialihfungsikan kecuali untuk kepentingan strategis nasional dengan izin pemerintah pusat, serta wajib diganti dengan lahan pengganti yang setara.

Selain perlindungan hukum, LP2B juga memberi jaminan dan insentif kepada petani, seperti kemudahan akses pembiayaan, asuransi pertanian, serta prioritas dalam pembangunan infrastruktur irigasi dan jalan usaha tani. Dengan kata lain, LP2B bukan hanya melindungi lahannya, tetapi juga menjamin keberlanjutan ekonomi petani.

Hubungan Ketiganya: Dari Data ke Perlindungan

Secara sederhana, LBS, LSD, dan LP2B merupakan tiga tahap dalam sistem perlindungan lahan pangan nasional:

  1. LBS (Lahan Baku Sawah) → Menyediakan data faktual sawah eksisting di seluruh Indonesia.
  2. LSD (Lahan Sawah yang Dilindungi) → Menetapkan sebagian sawah dalam zona perlindungan spasial nasional.
  3. LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) → Memberikan perlindungan hukum dan insentif di tingkat daerah untuk menjamin keberlanjutan lahan pangan.

Dengan demikian, semua LP2B dan LSD berasal dari data LBS, namun tidak semua LBS sudah menjadi LP2B atau LSD.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski kerangka hukum dan kebijakan sudah tersedia, pelaksanaan di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan.
Alih fungsi lahan terus terjadi akibat tekanan ekonomi, perubahan tata ruang, serta minimnya koordinasi antarinstansi. Oleh karena itu, integrasi antara data LBS, penetapan LSD, dan penguatan LP2B menjadi sangat penting.

Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat tani harus diperkuat agar perlindungan lahan pangan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga benar-benar menjaga kedaulatan pangan bangsa.

Penutup

Perlindungan lahan pangan melalui LP2B, LSD, dan LBS merupakan bentuk nyata komitmen Indonesia untuk menjaga keberlanjutan sumber pangan.
Ketiganya ibarat rantai yang saling menguatkan: LBS sebagai dasar data, LSD sebagai pengaman ruang, dan LP2B sebagai perlindungan hukum jangka panjang.

Dengan pengelolaan yang terintegrasi dan berpihak pada petani, Indonesia dapat memastikan bahwa sawah-sawah subur tetap menjadi sumber kehidupan — bukan hanya bagi hari ini, tetapi juga bagi generasi masa depan.

You may also like...